KEHIDUPAN DI BUMI
Bumi ini tercipta melalui sebuah proses yang panjang, tidak hanya langsung tercipta beserta segala isinya. Oleh karena segala kuasa Tuhan Yang Maha Esa maka terbentuklah bumi seperti saat ini yang kita tinggali dan segala kehidupan di dalamnya. Dimulai dari asal-usul kehidupan di bumi, teori terbentuknya bumi, kehidupan di bumi pada masa prasejarah, sampai pada manusia purba yang pernah ada di dunia maupun di Indonesia. Berikut ini adalah penjabaran dari proses-proses terbentuknya bumi hingga terbentuknya suatu kehidupan di bumi. Khususnya kehidupan masa prasejarah dan manusia purba di Indonesia.
Asal-Usul Kehidupan di Bumi
Para ilmuwan menguak, manusia dan segala mahluk
di dalamnya mungkin adalah pendatang di planet biru. Ini terkait dengan
asal-usul kehidupan di Bumi. Para ilmuwan berteori, mikroba ekstraterresterial
mungkin telah membawa kehidupan di Bumi, setelah menempuh perjalanan di luar
angkasa selama jutaan tahun.
Teori tersebut berdasarkan kalkulasi yang
menunjukkan, kemungkinan besar fragmen batuan dari sistem tata surya lain
mendarat ke Bumi. Beberapa dari mereka bisa jadi mengandung mikroorganisme,
demikian ditulis ahli dalam jurnal Astrobiology.
Penelitian
menunjukkan, mahluk sejenis kumbang yang dalam kondisi dormant alias tidak
aktif tapi masih bernyawa, bisa selamat dalam perjalanan panjang ruang angkasa,
meski berada dalam tingkat radiasi kosmik yang tinggi.
Tak hanya
menuju bumi, mahluk hidup sederhana itu mungkin juga telah melakukan perjalanan
dari Bumi ke planet lain di luar Tata Surya. Proses tersebut disebut sebagai
lithopanspermia. Yang juga bisa berarti alam semesta dipenuhi kehidupan serupa
di Bumi.
"Studi kami mengungkap lithopanspermia mungkin terjadi, ini
mungkin makalah pertama yang mendemonstrasikan soal itu," kata
peneliti utama, Dr Edward Belbruno, dari Princeton University, Amerika Serikat.
"Jika mekanisme ini benar, maka ia memiliki implikasi terhadap kehidupan
di alam semesta secara keseluruhan. Itu bisa terjadi di manapun.
Erupsi gunung berapi dahsyat, tabrakan meteor, dan tubrukan
antar benda langit membuat fragmen batuan dari sebuah planet terbang ke luar
angkasa.
Diduga, saat saat Tata Surya masih muda, dan Matahari jauh lebih
dekat dengan para tetangganya dibanding sekarang, sejumlah puing-puing bisa
jadi dipertukarkan antar planet yang mengorbit ke bintang berbeda.
Puing itu melakukan perjalanan relatif lambat, memberi peluang
untuk tertangkap oleh gravitasi planet di dekatnya.
Simulasi Teori
Untuk mengurai teori ini, para peneliti menggunakan program
komputer untuk melakukan simulasi gugus bintang di mana Matahari lahir. Mereka
menemukan, fragmen batu yang terlontar dari Tata Surya dan tetangga
terdekatnya, dengan perbandingan antara lima sampai 12 dari 10.000 puing bisa
ditangkap planet yang lain.
Selama periode 10 juta hingga 90 juta tahun, diperkirakan antara
100 triliun dan 30 kuadriliun benda dengan bobot lebih dari 10 kilogram
telah melaui proses transfer seperti ini.
Ilmuwan menduga, organisme yang sampai di Bumi menemui sebuah
lingkungan yang ditutupi air. Bumi memiliki air di permukaannya sejak Tata
Surya baru berusia 288 juta tahun, membuat planet biru siap untuk menerima
mikroba alien.
Penulis lain, Dr Amaya Moro-Martin, astronom dari Centro
de Astrobiologia, Spanyol mengatakan, studi mereka berhenti ke tahap di mana
material padat yang terlontar dari suatu planet, tiba di planet kedua.
Sementara, dia menambahkan, proses lithopanspermia bisa terjadi
jika material itu mendarat di planet di mana kehidupan bisa berkembang.
"Studi kami tidak membuktikan lithopanspermia benar-benar
terjadi, tetapi menunjukkan bahwa itu adalah kemungkinan yang terbuka,"
kata dia.
PERIODE ZAMAN PRASEJARAH DI
INDONESIA
Indonesia
diyakini merupakan tempat tinggal manusia purba pada zaman prasejarah. Ini
terbukti dengan ditemukannya banyak fosil dan alat-alat purba di sejumlah
tempat di Indonesia. Peninggalan kebudayaan, seperti perkakas kasar, bangunan
tempat ritual keagamaan tradisional, patung-patung dari perunggu, dan perhiasan
yang mereka tinggalkan, kita sedikit-banyak dapat menafsirkan kehidupan dan
peradaban mereka. Peninggalan-peninggalan kebudayaan tersebut memperlihatkan
cara berpikir dan berperilaku mereka dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Pada
bab ini kalian akan mempelajari hal-ikhwal kehidupan awal manusia Indonesia,
cara mereka bermasyarakat dan mempertahankan hidup, periodesasi masa prasejarah
di Indonesia, serta jenis-jenis manusia purba yang pernah hidup di dataran
Indonesia.
1. Periodesasi Berdasarkan Geologi
Sebelum
pembahasan menginjak pada zaman prasejarah manusia purba, terlebih dahulu akan
diuraikan mengenai pembabakan pra- sejarah secara geologis. Periodesasi masa
prasejarah berdasarkan ilmu geologi ini dilakukan untuk mengetahui
terbentuknya bumi dari masa awal sampai seperti saat kini, melalui
lapisan-lapisan bumi. Cabang ilmu yang mempelajari hal-ikhwal usia fosil dan
benda-benda purbakala adalah paleontologi; ilmuwannya disebut paleontologis.
Melalui lapisan-lapisan bumi kita akan mengetahui usia fosil dan benda-benda
purbakala yang ada. Melalui pemeriksaan laboratorium, akan diketahui berapa
kira-kira usia bumi beserta makhluk yang pernah menghuninya. Berikut adalah
uraian mengenai tahapan-tahapan terciptanya bumi.
- Masa Arkaikum (2.500 juta tahun yang lalu) Masa Arkaikum merupakan masa awal; artinya masa awal pembentukan bumi dari inti sampai kulit bumi. Kondisi bumi pada saat itu belum stabil dan memiliki udara yang sangat panas sehingga tidak memungkinkan adanya kehidupan. Batuan tertua tercatat berumur kira-kira 3,8 milyar tahun.
- Masa Palaeozoikum (340 juta tahun yang lalu) Palaeozoikum artinya adalah zaman bumi purba; maksudnya masa ketika pada permukaan bumi mulai terbentuk hidrosfer dan atmosfer. Saat itu sudah mulai ada tanda-tanda kehidupan dengan munculnya organisme bersel tunggal yang kemudian berkembang menjadi organisme bersel banyak (multiseluler). Kemudian muncullah organisme-organisme yang memiliki organ tubuh lebih kompleks, dari jenis invertebrata bertubuh lunak (ubur-ubur, cacing, koral), ikan tanpa rahang (landak laut, bintang lili laut), dan beberapa hewan laut lainnya. Zaman ini ditandai dengan munculnya kehidupan darat yang berasal dari air. Pada masa itu telah muncul tumbuhan dan hewan dan berkembang pertama kalinya, termasuk tumbuhan paku, paku ekor kuda, amfibi, se- rangga, dan reptilia.
- Masa Mezoloikum (140 juta tahun yang lalu) Pada zaman Mezoloikum ini bumi mengalami perkembangan yang sangat cepat dengan ditandai munculnya hewan-hewan bertubuh besar, seperti reptilia pemakan daging. Pada masa ini jenis reptilia meningkat jumlahnya, dinosaurus menguasai daratan, ichtiyosaurus berburu di dalam lautan, dan pterosaurus merajai angkasa. Telah muncul pula jenis hewan mamalia (hewan menyusui). Walaupun demikian, zaman ini tetap disebut zaman reptil karena banyaknya populasi reptil yang hidup.
- Masa Neozoikum (60 juta tahun yang lalu) Neozoikum atau kainozoikum artinya zaman baru. Zaman ini dibagi lagi menjadi dua era, yakni:
(1) Zaman Tersier. Setelah zaman reptil raksasa punah,
terjadi perkembangan jenis kehidupan lain seperti munculnya primata dan burung
tak bergigi berukuran besar yang menyerupai burung unta. Sementara itu, muncul
pula fauna laut seperti ikan dan moluska, sangat mirip dengan fauna laut yang
hidup sekarang. Sedangkan tumbuhan berbunga terus berevolusi menghasilkan
banyak variasi seperti semak belukar, tumbuhan merambat, dan rumput.
(2) Zaman Kuarter. Pemunculan dan kepunahan hewan dan tumbuhan terjadi silih
berganti, seiring dengan perubahan cuaca secara global. Zaman Kuarter terdiri
dari dua kurun waktu, yakni kala Plestosen dan kala Holosen.
(a)
Kala Plestosen: dimulai sekitar 600.000 tahun yang lalu. Pada masa
Plestosen paling sedikit telah terjadi 5 kali zaman es (zaman glasial). Pada
zaman glasial sebagian besar Eropa bagian utara, Amerika bagian utara, dan Asia
bagian utara ditutupi es, begitu pula Pegunungan Alpen dan Pegunungan Himalaya.
Keadaan flora dan fauna yang hidup pada Kala Plestosen sangat mirip dengan
flora dan fauna yang hidup sekarang. Dalam kehidupan manusia purba, pada kala
inilah muncul manusia purba Pithecanthropus erectus.
(b)
Kala Holosen: mulai muncul sekitar 200.000 tahun yang lalu. Manusia
modern seperti manusia sekarang, diperkirakan muncul pada kala Holosen ini.
2. Periodesasi Berdasarkan Arkeologi
Pembabakan
prasejarah berdasarkan ilmu arkeologi ini bertujuan untuk mengetahui usia
manusia purba berdasarkan peninggalan benda-benda purbakala. Benda-benda
tersebut dapat berupa perkakas rumah tangga, patung, coretan di gua-gua, dan
fosil purba. Manusia purba menggunakan alat-alat untuk memenuhi kebutuhannya
seperti mencari dan mengolah makanan dengan menggunakan perkakas dari batu atau
benda-benda alam lainnya yang keras seperti kayu dan tulang.
- Zaman Palaeolitikum. Zaman Palaeolitikum artinya zaman batu tua. Zaman ini ditandai dengan penggunaan perkakas yang bentuknya sangat sederhana dan primitif. Ciri-ciri kehidupan manusia pada zaman ini, yaitu hidup berkelompok; tinggal di sekitar aliran sungai, gua, atau di atas pohon; dan mengandalkan makanan dari alam dengan cara mengumpulkan (food gathering) serta berburu. Maka dari itu, manusia purba selalu berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain (nomaden). Di Indonesia, manusia purba yang hidup pada masa ini adalah manusia setengah kera yang disebut Pithecanthropus erectus, Pithecanthropus robustus, Meganthropus palaeojavanicus. Juga selanjutnya hidup beberapa jenis homo (manusia), di antaranya : Homo soloensis dan Homo wajakensis.
- Zaman Mezolitikum. Zaman Mezolitikum artinya zaman batu madya (mezo) atau pertengahan. Zaman ini disebut pula zaman ”mengumpulkan makanan (food gathering) tingkat lanjut”, yang dimulai pada akhir zaman es, sekitar 10.000 tahun yang lampau. Para ahli memperkirakan manusia yang hidup pada zaman ini adalah bangsa Melanesoide yang merupakan nenek moyang orang Papua, Semang, Aeta, Sakai, dan Aborigin. Sama dengan zaman Palaeolitikum, manusia zaman Mezolitikum mendapatkan makanan dengan cara berburu dan menangkap ikan. Mereka tinggal di gua-gua di bawah bukit karang (abris souche roche), tepi pantai, dan ceruk pegunungan. Gua abris souche roche menyerupai ceruk untuk dapat melindungi diri dari panas dan hujan. Hasil peninggalan budaya manusia pada masa itu adalah berupa alat-alat kesenian yang ditemukan di gua-gua dan coretan (atau lukisan) pada dinding gua, seperti di gua Leang-leang, Sulawesi Selatan, yang ditemukan oleh Ny. Heeren Palm pada 1950. Van Stein Callenfels menemukan alat-alat tajam berupa mata panah, flakes, serta batu penggiling di Gua Lawa dekat Sampung, Ponorogo, dan Madiun. Selain itu, hasil peninggalannya ditemukan di tempat sampah berupa dapur kulit kerang dan siput setinggi 7 meter di sepanjang pantai timur Sumatera yang disebut kjokkenmoddinger. Peralatan yang ditemukan di tempat itu adalah kapak genggam Sumatera, pabble culture, dan alat berburu dari tulang hewan.
- Zaman Neolitikum. Zaman Neolitikum artinya zaman batu muda. Di Indonesia, zaman Neolitikum dimulai sekitar 1.500 SM. Cara hidup untuk memenuhi kebutuhannya telah mengalami perubahan pesat, dari cara food gathering menjadi food producting, yaitu dengan cara bercocok tanam dan memelihara ternak. Pada masa itu manusia sudah mulai menetap di rumah panggung untuk menghindari bahaya binatang buas. Manusia pada masa Neolitikum ini pun telah mulai membuat lumbung-lumbung guna menyimpan persediaan padi dan gabah. Tradisi menyimpan padi di lumbung ini masih bisa dilihat di Lebak, Banten. Masyarakat Baduy di sana begitu menghargai padi yang dianggap pemberian Nyai Sri Pohaci. Mereka tak perlu membeli beras dari pihak luar karena menjualbelikan padi dilarang secara hukum adat. Mereka rupanya telah mempraktikkan swasembada pangan sejak zaman nenek moyang. Pada zaman ini, manusia purba Indonesia telah mengenal dua jenis peralatan, yakni beliung persegi dan kapak lonjong. Beliung persegi menyebar di Indonesia bagian Barat, diperkirakan budaya ini disebarkan dari Yunan di Cina Selatan yang berimigrasi ke Laos dan selanjutnya ke Kepulauan Indonesia. Kapak lonjong tersebar di Indonesia bagian timur yang didatangkan dari Jepang, kemudian menyebar ke Taiwan, Filipina, Sulawesi Utara, Maluku, Irian dan kepulauan Melanesia. Contoh dari kapak persegi adalah yang ditemukan di Bengkulu, terbuat dari batu kalsedon; beruku- ran 11,7×3,9 cm, dan digunakan sebagai benda pelengkap upacara atau bekal kubur. Sedangkan kapak lonjong yang ditemukan di Klungkung, Bali, terbuat dari batu agats; berukuran 5,5×2,5 cm; dan digunakan dalam upacara-upacara terhadap roh leluhur. Selain itu ditemukan pula sebuah kendi yang dibuat dari tanah liat; berukuran 29,5×19,5 cm; berasal dari Sumba, Nusa Tenggara Timur. Kendi ini digunakan sebagai bekal kubur.
- Zaman Megalitikum. Zaman Megalitikum artinya zaman batu besar. Pada zaman ini manusia sudah mengenal kepercayaan animisme dan dinamisme. Animisme merupakan kepercayaan terhadap roh nenek moyang (leluhur) yang mendiami benda-benda, seperti pohon, batu, sungai, gunung, senjata tajam. Sedangkan dinamisme adalah bentuk kepercayaan bahwa segala sesuatu memiliki kekuatan atau tenaga gaib yang dapat memengaruhi terhadap keberhasilan atau kega- galan dalam kehidupan manusia. Dari hasil peninggalannya, dip- erkirakan manusia pada Zaman Megalitikum ini sudah mengenal bentuk kepercayaan rohaniah, yaitu dengan cara memperlakukan orang yang meninggal dengan diperlakukan secara baik sebagai bentuk penghormatan. Adanya kepercayaan manusia purba terhadap kekuatan alam dan makhluk halus dapat dilihat dari penemuan bangunan-bangunan kepercayaan primitif. Peninggalan yang bersifat rohaniah pada era Megalitikum ini ditemukan di Nias, Sumba, Flores, Sumatera Selatan, Sulawesi Tenggara dan Kalimantan, dalam bentuk menhir, dolmen, sarkofagus, kuburan batu, punden berundak- undak, serta arca. Menhir adalah tugu batu sebagai tempat pemujaan; dolmen adalah meja batu untuk menaruh sesaji; sarkopagus adalah bangunan berbentuk lesung yang menyerupai peti mati; kuburan batu adalah lempeng batu yang disusun untuk mengubur mayat; punden berundak adalah bangunan bertingkat-tingkat sebagai tempat pemujaan; sedangkan arca adalah perwujudan dari subjek pemujaan yang menyerupai manusia atau hewan. Batu menhir pun ditemukan di Sumatera Barat. Menhir ini ditanam dengan posisi menghadap Gunung Sago (”sago” artinya sawarga atau surga). Dalam tradisinya dikenal pemujaan terhadap gunung yang dianggap sebagai tempat bermukim roh nenek moyang atau penguasa alam.
- Zaman Perunggu. Manusia purba Indonesia hanya mengalami Zaman Perunggu tanpa melalui zaman tembaga. Kebudayaan Zaman Perunggu merupakan hasil asimilasi dari antara masyarakat asli Indonesia (Proto Melayu) dengan bangsa Mongoloid yang membentuk ras Deutero Melayu (Melayu Muda). Disebut zaman perunggu karena pada masa ini manusianya telah memiliki kepandaian dalam me- lebur perunggu. Di kawasan Asia Tenggara, penggunaan logam dimulai sekitar tahun 3000-2000 SM. Masa penggunaan logam, perunggu, maupun besi dalam kehidupan manusia purba di Indonesia disebut masa Perundagian. Alat-alat besi yang banyak ditemukan di Indonesia berupa alat-alat keperluan sehari-hari, seperti pisau, sabit, mata kapak, pedang, dan mata tombak atau kapak sepatu yang ditemu- kan di Jawa Barat. Pembuatan alat-alat besi memerlukan teknik dan keterampilan khusus yang hanya mungkin dimiliki oleh sebagian anggota masyarakat, yakni golongan undagi. Di luar Indonesia, berdasarkan bukti-bukti arkeologis, sebelum manusia menggunakan logam besi mereka telah mengenal logam tembaga dan perunggu terlebih dahulu. Mengolah bijih menjadi logam lebih mudah untuk tembaga daripada besi. Teknik peleburan perunggu ini berasal dari budaya Dong Son di Tonkin (Vietnam). Kapak-kapak perunggu yang dibuat di Indonesia terdiri dari berbagai bentuk dan ukuran. Salah satu bentuk yang menarik adalah kapak candrasa yang ditemukan di Jawa dan kapak-kapak upacara lain yang ditemukan di Bali dan Roti. Candrasa dari Pulau Roti dibuat dari perunggu, berukuran 78×41,5 cm. Pada mata kapak ini terdapat hiasan kepala manusia atau topeng dengan kedua telapak tangan terbuka di samping pipinya, dipadu dengan hiasan pola garis-garis. Artefak yang paling menarik dari masa ini adalah genderang perunggu yang amat besar, disebut nekara. Apakah benda ini asli dibuat oleh orang Indonesia atau merupakan hasil impor dari Vietnam? Jawabannya belum pasti. Akan tetapi ada genderang moko yang bentuknya tinggi dan ramping yang tentunya dibuat di Indonesia, karena ada sisa-sisa cetakan perunggu yang telah ditemukan di Bali. Nekara-nekara ini digunakan sebagai genderang perang dan untuk keperluan upacara keagamaan.
MANUSIA PURBA DI INDONESIA
Manusia purba atau dikategorikan
sebagai manusia yang hidup pada masa tulisan atau aksara belum dikenal, disebut
juga manusia prasejarah atau Prehistoric people. Manusia purba
diperkirakan telah ada di bumi sejak 4 juta tahun yang lalu.
Manusia purba memiliki volume
otak yang lebih kecil daripada manusia modern sekarang. Cara berpikirnya pun
masih sederhana dan primitif. Serta hidupnya pun berkelompok. Tempat tinggal
mereka adalah gua-gua dan pepohonan yang tinggi guna terhindari dari serangan
binatang buas. Jadi, mereka belum memiliki tempat tinggal permanen; dengan kata
lain: mereka hidup berpindah-pindah (nomaden).
Untuk memenuhi kebutuhan
biologisnya, mereka biasa memakan buah-buahan dan tetumbuhan yang disediakan
alam. Untuk dapat memakan daging, mereka berburu binatang dengan menggunakan
perkakas dari batu. Batu ini pun dipergunakan untuk keperluan ritual keagamaan,
seperti membuat dolmen, menhir, sarkofagus, dan punden berundak-undak. Oleh
karena itu, masa ini disebut juga dengan manusia Zaman Batu.
Namun, karena tuntutan hidup
makin banyak dan populasi bertambah, manusia purba pun harus pandai-pandai
beradaptasi dengan alam-lingkungannya. Perkakas-perkakas untuk memenuhi
kebutuhan hidup, mengalami perkembangan. Bentuk yang tadinya sederhana
lambat-laun mengalami perubahan: makin halus dan efektif. Cara memperoleh
makanan yang semula hanya men- gandalkan makanan dari alam, berubah setelah
mereka mengenal api. Pada masa neolitikum, mereka mulai bercocok tanam. Dan
pada masa perunggu, mereka telah pandai mengecor logam (yang sebelumnya
menggunakan tanah liat) untuk dibentuk menjadi alat-alat seperti arca,
alat-alat tajam, perhiasan.
1.
Jenis Manusia Purba di Indonesia
Seperti telah dibahas di atas
bahwa di Indonesia banyak ditemukan fosil tengkorak dan tulang-belulang manusia
purba. Manusia purba yang pernah hidup di Kepulauan Indonesia ini banyak
jenisnya. Masing-masing mewakili zaman di mana ia hidup.
a.
Meganthropus Paleojavanicus
Manusia purba jenis ini hidup
pada masa paleolitikum. Meganthropus paleojavanicus artinya manusia-Jawa
purba yang bertubuh besar (mega). Manusia purba ini diyakini merupakan makhluk
tertua yang pernah hidup di Pulau Jawa. Mereka diperkirakan hidup sekitar 1–2
juta tahun yang lalu. Fosil rahang bawah dan rahang atas manusia purba ini
ditemukan oleh Von Koenigswalg di Sangiran pada tahun 1936 dan 1941. Von
Koenigswalg menemukan bahwa Meganthropus ini memiliki rahang bawah yang tegap
dan geraham yang besar, tulang pipi tebal, tonjolan kening yang mencolok dan
tonjolan belakang kepala yang tajam serta sendi-sendi yang besar. Melihat
kondisi fisiknya disimpulkan bahwa Meganthropus ini pemakan tumbuh-tumbuhan.
b.
Pithecanthropus
Pithecanthropus artinya
manusia kera, hidup di zaman Paleolitikum. Fosil ini pertama kali ditemukan
oleh Eugene Dubois pada tahun 1891, yakni bagian rahang, gigi dan sebagian
tulang tengkorak. Manusia kera ini berjalan tegak dengan dua kaki, dan
diperkirakan hidup pada 700.000 tahun yang lalu. Dubois menemukan fosil Pithecanthropus
di Trinil daerah Ngawi pada saat Sungai Bengawan Solo sedang kering,
kemudian fosil tersebut dinamai Pithecanthropus erectus, artinya manusia
kera yang berjalan tegak. Sekarang, nama ilmiah manusia purba Pithecanthropus
erectus dikenal dengan nama Homo erectus. Pithecanthropus memiliki
ciri-ciri tinggi badan antara 165-180 cm, volume otak antara 750-1300 cc dan
berat badan 80-100 kg.
Dalam beberapa sumber penelitian
diperkirakan Pithecanthropus adalah manusia purba yang pertama kalinya mengenal
api sehingga terjadi perubahan pola memperoleh makanan yang semula mengandalkan
makanan dari alam menjadi pola berburu dan menangkap ikan.
Peralatan yang telah ditemukan
pada tahun 1935 oleh Von Koenigswalg di daerah Pacitan tepatnya di daerah
Punung adalah kapak genggam atau chopper (alat penetak) dan kapak
perimbas. Kapak genggam dan kapak perimbas sangat cocok digunakan untuk
berburu. Manusia purba yang menggunakan kapak geng- gam hampir merata di
seluruh Indonesia, di antaranya di Pacitan, Sukabumi, Ciamis, Gombong, Lahat,
Bengkulu, Bali, Flores dan Timor. Di daerah Ngandong dan Sidoarjo ditemukan
pula alat- alat dari tulang, batu dan tanduk rusa dalam bentuk mata panah,
tombak, pisau dan belati. Di dekat Sangiran ditemukan alat-alat berukuran kecil
yang terbuat dari batu-batu indah yang bernama flakes (serpihan).
Manusia kera (Pithecanthropus)
jenis lain yang berhasil ditemukan antara lain:
(1) Pithecanthropus
mojokertensis atau manusia kera dari Mojo- kerto, ditemukan di daerah
Perning, Mojokerto, pada 1936– 1941 oleh Von Keonigswalg. Fosil yang ditemukan
berupa tengkorak anak-anak berusia sekitar 6 tahun. Walaupun di- temukan lebih
muda dari Pithecanthropus erectus oleh Dubois, fosil Pithecanthropus
mojokertensis ditafsir merupakan jenis manusia purba yang lebih tua usianya
dibandingkan dengan yang lain.
(2) Pithecanthropus soloensis
atau manusia kera dari Solo, ditemukan di daerah Ngandong, di lembah Sungai
Bengawan Solo, antara tahun 1931-1934. Fosil penemuan Von Keonigswalg dan
Weidenreich ini berupa 11 buah fosil tengkorak, tulang rahang, dan gigi. Fosil
pithecanthropus ditemukan pula di Cina, tepatnya di gua Chou-ku-tien dekat
Beijing. Fosil ini ditemukan oleh ilmu- wan Cina, Pei Wen-Chung, dan
fosil itu dinamai Sinanthropus Pekinensis. Sinanthropus pun
mempergunakan perkakas batu yang sejenis dengan perkakas batu dari Pacitan.
c.
Homo sapiens
Homo sapiens merupakan manusia
purba modern yang memiliki bentuk tubuh yang sama dengan manusia sekarang. Homo
sapiens disebut pula manusia berbudaya karena peradaban mereka cukup
tinggi. Dibandingkan dengan manusia purba sebelumnya, Homo sapiens lebih
banyak meninggalkan benda-benda berbudaya. Diduga, mereka inilah yang menjadi
nenek moyang bangsa-bangsa di dunia.
Fosil Homo sapiens di Indonesia
ditemukan di Wajak, dekat Tulungagung, Jawa Timur, oleh Von Rietschoten pada
tahun 1889. Fosil ini merupakan fosil pertama yang ditemukan di Indonesia, yang
diberi nama Homo Wajakensis atau manusia dari Wajak. Fosil ini kemudian
diteliti ulang oleh Eugene Dubois. Manusia purba ini memiliki tinggi badan
130-210 cm, berat badan 30-150 kg, dan volume otak 1350-1450 cc. Homo
Wajakensis diperkirakan hidup antara 25.000 – 40.000 tahun yang lalu. Homo
Wajakensis memiliki persamaan dengan orang Australia purba (Austroloid).
Sebuah tengkorak kecil dari seorang wanita, sebuah rahang bawah, dan sebuah
rahang atas dari manusia purba itu sangat mirip den- gan manusia purba ras
Australoid purba yang ditemukan di Talgai dan Keilor yang rupanya mendiami
daerah Irian dan Australia. Di Asia Tenggara ditemukan pula manusia purba jenis
ini di antaranya di Serawak, Filipina, dan Cina Selatan.
Berdasarkan penemuan-penemuan
fosil tersebut, timbul pertanyaan yang mendasar: apakah Homo sapiens (manusia
modern, seperti kita) merupakan kelanjutan dari manusia Pithecanthropus
(manusia kera)? Apakah keduanya masih dalam satu spesies yang sama?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut belum bisa dijawab oleh para ahli karena tidak
adanya mata rantai yang dapat menghubungkan ”benang merah” antarkeduanya.
Sedangkan agama monotheis (Islam, Kristen, Yahudi) menyatakan bahwa manusia
(homo sapiens) merupakan keturunan Nabi Adam dan tidak ada sangkut pautnya
dengan manusia purba manapun.
2.
Jenis Manusia Purba di Luar Indonesia
Selain di Indonesia, fosil
manusia purba juga ditemukan di luar Indonesia. Fosil manusia purba di luar
Indonesia sebagai berikut:
a.
Sinanthropus Pekinensis.
Fosil ini ditemukan oleh Prof.
Devidson Black pada tahun 1927 di gua−gua dekat Chou−Kou−Tien ± 60 km di
sebelah Barat Daya kota Peking. Hasil penemuan menunjukkan ada- nya
persamaan-persamaan dengan Pithecanthropus Erectus
b.
Homo Africanus (Homo Rhodesiensis)
Ditemukan oleh Raymond Dart dan
Robert Brom pada tahun 1924 di goa Broken Hill, Rhodesia (Zimbabwe).
c.
Australopithecus Africanus
Ditemukan oleh Raymond Dart pada
tahun 1924 di Taung, dekat Vryburg, Afrika Selatan.
d.
Homo Heidelbergensis
Ditemukan oleh Dr.
Schoetensack di desa Mauer dekat kota Heidelberg (Jerman).
e.
Homo Neanderthalensis
Ditemukan oleh Rudolf Virchow
dan Dr. Fulrott di lembah Sungai Neander, dekat Dusseldorf, Jerman
tahun 1956. Ciri−ciri manusia purba ini mendekati ciri−ciri Homo Wajakensis.
f.
Homo Cro Magnon (Ras Cro – Magnon)
Ditemukan oleh Lartet di
gua Cro Magnon dekat Lez Eyzies, sebelah Barat Daya Perancis tahun 1868.
Sumber: